Minggu, 16 November 2014
Kisah Mamanua
Sepenggal Cerita Rakyat Minahasa
Tentang LELUHUR Saya ·
Mamanua, Lumalundung dan
Walansendow
Beribu-ribu tahun sebelum bumi
didiami banyak manusia, terdapat
sebuah tempat pemandian air panas.
Tempat pemandian itu hanya bagi
putri kayangan. Pemilik pemandian
itu bernama Mamanua, seorang yang
kaya dan mempunyai banyak
pesuruh. Tempat pemandian itu
terletak disebuah desa bernama
Tataaran. Nama mata air panas itu
Rano ni Putiin, artinya air dari
burung balam. Dahulu negeri tempat
air panas ini masih dikelilingi hutan.
Selain itu terdapat pula genangan
air jernih, serta tepian teduh,
menambah indahnya tempat ini.
Pohon-pohon besar tahun demi
tahun merangkai bunga-bunga yang
berteduh dibawah naungannya.
Rusa, babi hutan, tikus ekor putih,
soa-soa dan burung maleo masih
berkeliaran disana. Jamur pun
tumbuh liar dipohon. Daerah ini
masih berupa hutan perawan. Setiap
selesai berburu, Mamanua selalu
singgah ditempat pemandian itu.
Setelah selesai mandi, para
pesuruhnya disuruh membersihkan
tempat itu. Pada suatu hari, salah
seorang pesuruh melapor pada
Mamanua bahwa tempat pemandian
itu kotor. Mamanua marah
mendengar berita itu. Ia ingin
melihat, siapa yang berani
melakukan hal itu. Niat ini
dilaksanakannya tanpa bantuan para
pesuruh. Mamanua menunggu
ditempat tersembunyi dekat tempat
pemandian itu. Tiba-tiba ia
mendengar bunyi angin ribut dari
arah timur. Bunyi angin itu semakin
lama semakin mendekat. Seketika itu
juga tampaklah sekelompok burung
balam putih berjumlah Sembilan ekor
ditempat pemandian. Anehnya,
kesembilan ekor burung itu kemudian
berubah menjadi Sembilan putri
cantik memakai sayap putih. Mereka
menanggalkan sayap putih itu dan
mandi.
Kegelisahan Mamanua saat itu
berganti gembira. Rasa cinta pada
putri-putri itu berbunga. Mamanua
langsung mencuri dan
menyembunyikan salah satu sayap
putih itu. Setelah itu dia berlari ke
tempat pemandian dimana para
putri sedang mandi. Sayang sebelum
Mamanua tiba ditempat itu,para
putri kayangan segera berlari
mengambil sayap- sayap mereka dan
terbang. Calaka, sayap putri bungsu
hilang sehingga ia tidak dapat
terbang. Apa daya, para putri lain
tidak dapat berbuat apa-apa dan
tidak dapat menolongnya. Adik
mereka yang bungsu, Lumalundung
namanya menangis. Kemudian
datang Mamanua yang membujuk
Lumalundung untuk tinggal
bersamanya. Mamanua pun
memperistrikan Lumalundung.
Mereka hidup bahagia suami – isteri
dan memperoleh anak yang diberi
nama Walansendow. Waktu berjalan
bumi berputar. Rupanya awan besar
dan rendah yang menyebabkan
hujan, Guntur, dan kilat melanda
kehidupan mereka. Suatu ketika, saat
Lumalundung sedang menyusui
Walansendow, Mamanua melihat
banyak kutu di kepala istrinya. Tanpa
disuruh, Mamanua langsung mencari
kutu, bahkan mencabut tiga helai
rambut Lumalundung. Sebenarnya
hal ini tidak boleh terjadi karena
merupakan pantangan bagi
Lumalundung. Bekas rambut yang
tercabut itu langsung mengeluarkan
darah tanpa henti. Mamanua
bingung. Ia langsung berlari keluar
rumah. Lumalundung segera mencari
sayap yang disimpan Mamanua.
Setelah sayap itu ditemukan,
Lumaundung langsung memakainya
dan terbang ke angkasa. Diluar
rumah tampak awan putih rendah
dan terpencar seperti gumpalan
kapas. Awan itu membawa cuaca
baik.
Apa yang tejadi dengan
Walansemdow? Ia menangis tanpa
henti. Mendengar tangisan
Walansendow yang keras itu,
Mamanuapun masuk ke kamar.
Ternyata didalam kamar hanya ada
Walansendow. Kepergian
Lumalundung merupakan suatu
kesedihan yang mendalam bagi
Mamanua dan Walansendow. Segala
jalan sudah dipikirkan Mamanua
untuk bisa bertemu dengan
Lumalundung. Akhirnya ia
memutuskan untuk mencari
Lumalundung kemanapun juga. Jika
perlu ke langit yang ke tujuh.
Mulailah Mamanua melangkahkan
kaki mencari Lumalundung dengan
menggendong Walansendow. Dalam
perjalanan, ia bertemu dengan
pohon besar yang sangat tinggi,
biasa disebut Walangitan (pohon
hitam). Mamanua bertanya pada
pohon itu, “apakah engkau dapat
menolong kami? Kami sedang
mengalami kesulitan, istri saya atau
ibu anak ini lari meninggalkan
rumah entah ke mana.” Pohong hitam
berkata “apakah yang dapat kamu
berikan kepada saya sebagai balasan
kalau saya dapat membantumu?”
Mamanua menjawab, “pohonmu
banyak dibutuhkan orang dan
batangmu akan menjadi kuat dan
baik.” Pernyataan ini disetujui oleh
pohon hitam. Kemudian, Mamanua
dan Walansendow naik keatas pohon
hingga ke puncaknya. Akan tetapi,
mereka belum bisa tiba dilangit.
Akhir nya, turunlah keduanya dengan
susah payah.
Perjalanan dilanjutkan da
bertemulah mereka dengan rotan
yang panjang. Hal yang sama
dikemukakan Mamanua kepada rotan.
Rotan hanya dapat membantu jika
ada balas jasa. Jasa yang dijanjikan
Mamanua adalah batang rotan akan
dimanfaatkan orang menjadi barang
yang berguna. Hadiah ini diterima
rotan. Mamanua dan Walansendow
disuruh berada diujung rotan. Lalu,
mereka diangkat tinggi-tinggi oleh
rotan, tetapi tidak sampai juga
dilangit. Walaupun kecewa, Mamanua
belum putus asa. Setelah berjalan
kira-kira seratus meter dari tempat
rotan, mereka bertemu dengan babi
hutan. Mamanua menyampaikan
maksudnya kepada babi hutan.
Ternyata, tuntutannya sama. Balas
jasa utnuk babi hutan adalah ia
mendapatkan apa yang akan dimakan
manusia. Setelah itu, babi hutan
menyuruh Mamanua dan
Walansendow naik ke atas
punggungnya. Kemudian, dia berlari
mendaki pegunungan dan menuruni
lembah. Akhirnya, mereka tiba ditepi
pantai dan beristirahat disitu.
Sepanjang hari Mamanua selalu
berpikir dan merenungkan hidupnya
bersama Walasendow. Tiba-tiba
seekor ikan besar muncul
didepannya. Permintaan tolongpun
disampaikan kepada ikan. Rupanya
ikan pun mengharapkan balas jasa.
Mamanua berkata kepada ikan,
“apabila engkau berenang jangan
lupa siripmu diangkat, engkau akan
dapat terbang. Namamu akan
disebut ikan layar.”Ikan sangat
setuju. Mereka berdua boleh naik
keatas pungungnya. Ternyata mereka
belum juga beruntung. Tujuan yang
ingin dicapai belum tiba walaupun
mereka sudah berada ditempat
terbitnya matahari.
Mereka berada disuatu daratan luas
dan bertemu dengan seorang lelaki
tua. Ditangan lelaki itu ada cemeti.
Lelaki itu berjalan menuju mereka.
Begitu bertemu, Walansendow
dicambuk lelaki itu dengan cemeti.
Anehnya Walansendow tidak merasa
sakit dan tidak ada tanda cemeti
ditubuhnya. Ternyata, lelaki itu ayah
Lumalundung yang bernama
Malaroya. Ia hanya bermaksud
mengetahui apakah Walansendow
mempunyai darah dewa. Malaroya
segerah memangil seorang
perempuan untuk menggendong
Walansendow. Tanpa setahu
Mamanua, mereka sudah berada
didaerah bernama Pinontol, yaitu
suatu tempat yang berada diantara
langit dan bumi. Perempuan yang
menggendong Walansendow bertanya
kepada Mamanua, bagaimana ia bisa
tiba ditempat ini. Mamanua
menuturkan semua yang terjadi
terhadap dirinya dan anaknya.
Dengan penuh kasih, perempuan tu
membawa Mamanua dan
Walansendow ke tempat Sembilan
putri berada. Mamanua disuruh
memilih Lumalundung diantara
kesembilan putri. Akan tetapi, ia
bingung ketika berhadapan dengan
para putri itu karena wajah mereka
mirip satu sama lain. Ketika
Mamanua sedang berpikir, muncullah
seekor lalat besar. Mamanua tidak
mau kesempatan ini lewat begitu
saja. Ia langsung menyampaikan
maksudnya kepada lalat mengingat
Walansendow sudah lama tidak
disusuinya. Setelah isi hatinya
disampaikan, lalat besarpun meminta
balas jasa. Mamanua berkata bahwa
setiap makanan yang telah selesai
dimasak, dialah yang akan mencicipi
lebih dahulu.
Hadiah ini diterima lalat dengan
gembira. Lalu, dengan senang hati
dia memberitahu bahwa putri yang
dia hinggapi adalah Lumalundung.
Hal ini dilakukan Mamanua.
Akhirnya, Walansendow disambut
Lumalundung. Lumalundung segera
menyusui Walansendow sambil
bercerita dengan mamanua. Peristiwa
ini membawa keributan dikayangan
karena tercium bau manusia.
Malaroyapun datang untuk memberi
hukuman pada Mamanua. Akan
tetapi, hukuman ini dapat dibatalkan
juga syarat yang diajukan Malaroya
terpenuhi. Syaratnya, sebatang buluh
berlubang harus diisi air hinggah
penuh. Jika Mamanua dapat
mengerjakannya ia tidak akan
menerima hukuman mati. Mamanua
segera menuju sungai dan bertemu
denngan sogili (belut). Ia meminta
bantuan sogili. Sogili bersedia
memberikan kendinya kedalam buluh
itu. Setelah pekerjaan itu selesai
dikerjakan sogili, kembalilah
Mamanua menemui Malaroya. “buluh
sudah terisi air,” kata Mamanua
kepada Malaroya. Hukuman matipun
tidak jadi dilaksanakan. Mamanua
diperkenankan hidup dikayangan
bersama istri dan anaknya.
Cerita ini banyak diketahui orang,
terutama para orang tua. Pelajaran
yang dapat kita ambil dari cerita ini
bahwa kita harus saling menolong
satu sama lain. Demikian pula
apabila kita bercita-cita tinggi, kita
harus berusaha sekuat tenaga.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Cerita Rakyat Minahasa
BalasHapus